Sabtu, 26 Februari 2011

Dukungan utk Gerakan Tani Kab. Labuhan Batu Sumut serikat tani nasional

Kraton TV Medan                                               
Dukungan untuk Gerakan Petani Kab. Labuhan Batu Sumatera Utara;
Tuntaskan Sengketa Rakyat vs PTPN III Merbau Selatan dengan Melancarkan Gerakan Reforma Agraria.
 
Perjuangan rakyat Aek Paing dalam memperoleh kembali lahan mereka adalah perjuangan antara hidup dan mati. Berikut ini susunan kronologinya,
 
Masyarakat Kelompok Tani Bukit Perjuangan, Kelurahan Aek Paing Kec. Rantau Utara Kab. Labuhan Batu. Tanah rakyat seluas 92 Ha marupakan milik 154 KK telah dirampas oleh PTPN III Perkebunan Janji pada tahun 1968. Kronologisnya adalah sebagai berikut :
(1). Pada tahun 1942 oleh Kominco – semacam kepala kampung di zaman Jepang – para penduduk diperintahkan untuk membuja hutan negara bebas agar ditanami padi, jagung, ubi, kedelai dan tanaman pangan lainnya untuk keperluan negara dan rakyat di masa tersebut. Setelah masa kemerdekaan, rakyat setempat tetap mengusahakan lahan tersebut dengan menambahkan tanaman pangan, palawija serta tanaman keras lainnya seperti karet, kelapa, pinang,durian, rambutan, cempedak dan buah-buahan lainnya.
(2). Di tahun 1968 pihak Perkebunan Janji menggusur paksa masyarakat Bukit Perjuangan dari atas tanah yang diusahai dan dihuni sejak zaman Jepang tersebut.
(3). Dengan dalih demi pembangunan, tanah tersebut harus diserahkan kepada pihak Perkebunan Janji. Barang siapa yang tidak mau menyerahkan tanahnya, mereka dtituduh sebagai penghalang pembangunan dan dinyatakan sebagai BTI/PKI – wajib disembelih.
 
Kelompok Tani Suka Damai Desa Marbau Selatan kec. Marbau Kab. Labuhan batu. Tanah seluas 120 Ha merupakan milik 70 KK telah dirampas oleh PTPN III Merbau Selatan pada tahun 1968. kronologisnya adalah sebagai berikut :
(1). Di tahun 1954 sebanyak 70 KK membuka hutan seluas 120 Ha. Rakyat setempat mengusahakan tanaman pangan dan karet.
(2). Di tahun 1959 hasil tanaman karet sudah mulai dideres/dipanen. Dalam pelaksanaan penderesan ini, dua orang pejabat pemerintah setempat - Asisten Wedana bernama Abbas Jamil dan kepala kampung bernaman Kasbi - datang untuk meninjau. Tindak lanjut dari kunjungan pejabat pemerintah lokal tersebut adalah diterbitkannya surat Kepemilikan Kebun yang menandai hak milik rakyat. Sementara, Perkebunan Marbau Selatan – yang sekarang menjadi PTPN II Marbau Selatan – arealnya jauh dari lahan masyarakat. Batasnya adalah rawa-rawa yang sangat luas.
(3). Namun di tahun 1968, pihak PTPN III Marbau Selatan mulai melakukan penyerobotan tanah tersebut dengan paksa disertai intimidasi oleh aparat keamanan. Dengan dalih untuk pembangunan, tanah tersebut harus diserahkan kepada PTPN III Marbau Selatan. Masysarakat juga diancam dengan tuduhan BTI/PKI jika tidak mau menyerahkan dan diintimidasi untuk disembelih.
 
Kelompok Tani Sinar Jadi/Babussalam Desa Marbau Selatan Kec. Marbau Kab. Labuhan Batu. Tanah seluas 250 Ha merupakan milik 110 KK telah dirampas oleh PTPN III di tahun 1968. Kronologisnya adalah sebagai berikut :
(1). Pada awalnya, masyarakat Desa Babussalam adalah para transmigran dari Pulau Jawa. Mereka adalah korban DI/TII Karto Suwiryo yang terusir akibat konflik tersebut. Pada tahun 1955/1956 sebanyak 500 KK dipindahkan oleh Jawatan Transmigrasi ke Desa Babussalam Kec. Gaya Baru Marbau Kab. Labuhan Batu. Oleh Jawatan Transmigrasi, setiap KK diberikan bantuan berupa rumah dan pekarangan seluas 0,25 Ha, lahan persawahan seluas 1 Ha dan jaminan sandang-pangan selama 3 tahun.
(2). Namun lahan persawahan tersebut tidak mampu diolah. Hal ini disebabkan kondisi areal berupa daerah genangan air jika terjadi banjir. Oleh pemerintah setempat, jaminan bagi warga diperpanjang hingga 7 tahun. Oleh kepala rombongan transmigran, masyarakat mengusulkan/bermohon kepada Jawatan Transmigrasi  - dalam hal ini pengawas bernama Said Isnin – untuk menggarap lahan cadangan seluas 500 Ha di areal yang lebih kering untuk ditanami padi, jagung, karet dan palawija lainnya. Pada tahun 1958 permohonan tersebut dikabulkan.
(3). Setahun kemudian di tahun 1959, para petani telah berhasil panen dari lahan tersebut. Jaminan sandang-pangan dari pemerintah setempat mulai dikurangi hingga tinggal Rp. 70,-/KK/bulan saja.
(4). Di tahun 1960/1961 dibukalah anemer bantalan kereta api DSM yang melewati lahan tersebut. Mayoritas warga petani juga mengusahakan bantalan kereta api dari kayu teras yang tidak mempan dibakan. Pendapatan petani makin mambaik. Tahun 1962 pemerintah menghentikan jaminan sandang-papan bagi petani.
(5). Tanaman karet yang menginjak tahun ke-5 mulai dideres/dipanen. Pendapatan petani makin membaik.
(6). Pada tahun 1968 mulai terjadi sengketa antara petani dengan PTPN III Marbau Selatan. Pihak perkebunan berupaya meluaskan lahan dengan penguasaan terhadap lahan garapan petani. Upaya penguasaan dilakukan dengantindak kekerasan dan praktek intimidasi – termasuk tuduhan BTI/PKI kepada mereka yang tidak mau meyerahkan lahan. Lahan yang diserobot oleh pihak perkebunan mencapai 160 Ha.
(7). Akibatnya, mayoritas petani meninggalkan Desa Babussalam. Hanya sejumlah 128 KK saja yang tetap bertahan untuk berjuang atas hak-hak tanahnya.
(8). Di tahun 1980-an, pihak PTPN III Marbau Selatan kembali melakukan pengambilan tanah petani secara paksa sebanyak 100 Ha. Para petani dicap sebagai barisan Komando Jihad (salah satu organisasi pemberontak islam yang dilarang pada waktu itu) jika tidak menyerahkan kepada pihak perkebunan.
 
Akhirnya, pada pertengahan tahun 2003 ketiga kelompok tani tersebut berkonsolidasi dalam Serikat Tani Berjuang (StaB) dan berjuang dalam gerakan pengakuan atas lahan tersebut.
 
Upaya dialog dengan PTPN III yang difasilitasi oleh Bupati Labuhan Batu, DPRD Kab. Labuhan Batu hingga DPRD Sumatera Utara dan Gubernur Sumatera Utara sudah dilakukan. Namun tidak ada hasil yang menguntungkan bagi para petani. Menurut PTPN III, kewenangan pembebasan lahan PTPN dari HGU-nya ada di tangan menteri BUMN.
 
Dalam rangka perjuangan tersebut, STAB telah mengirimkan 50 petani sebagai delegasi untuk berdialog dengan DPR RI pada hari Senin, 23 Agustus 2004 dan Badan Pertanahan Nasional di hari Selasa, 24 Agustus 2004 di Jakarta.
 
Berkenaan dengan hal ini, Serikat Tani Nasional bersikap :
 
1. Mendukung perjuangan petani dalam Serikat Tani Berjuang Kab. Labuhan Batu Sumatera Utara dalam perjuangan mencapai keadilan dab kesejahteraan.
2. Bahwa perjuangan dengan dialog tidaklah cukup. Dialog tidak akan berarti jika Serikat Tani Berjuang tidak melancarkan gerakan Reforma Agraria dengan okupasi/rekliming dan secara de facto MENDUDUKI KEMBALI lahan 92 Ha dari Kelompok Tani Bukit Perjuangan, 120 Ha dari Kelompok Tani Suka Damai dan 250 Ha dari Kelompok Tani Sinar Jadi/Babussalam. BUKAN DIALOG tapi GERAKAN REFORMA AGRARIA.
3. Gerakan Reforma Agraria juga berjuang untuk melawan premanisme dan tindak kekerasan/militeristik yang akan maupun telah dilakukan oleh pihak PTPN III Marbau Selatan.
 
Serikat Tani Nasional juga menyerukan kepada rakyat tani Indonesia untuk :
 
1. Lancarkan Gerakan Reforma Agraria [Tanah, Modal dan Teknologi Modern-Murah-Massal untuk Pertanian Kolektif di bawah Dewan Rakyat/Tani] dan Gerakan Tani anti-Militerisme dengan kekuatan persatuan gerakan rakyat.
2. Persatuan rakyat antara petani, buruh, mahasiswa, rakyat miskin perkotaan, intelektual, agamawan dan siapa saja yang bersepakat terhadap perubahan adalah modal utama mewujudkan pemerintahan rakyat yang sejati : Pemerintahan Persatuan Rakyat/Pemerintahan Rakyat Miskin.
 
Tanah, Modal, Teknologi yang Moder-Murah-Massal untuk Pertanian Kolektif di bawah Dewan Tani/Rakyat !!!
Lawan Militerisme, Parasit Ekonomi Rakyat !!!(bar)

Jumat, 25 Februari 2011

Kawasan Perambahan Hutan di Pemko Subulussalam

wanagreenpost
Medan (Kraton TV)                                                                                                                                      Sebuah truk melintas di kawasan pembukaan lahan sawit di Pemko Subulussalam, Kayu terus diangkut terus menerus untuk dijual ke Kota Medan Sumatera Utara

Persoalan Lahan:Warga Singkil Temui Gubernur

SINGKIL – (Kraton TV)                                               Puluhan warga Kabupaten Aceh Singkil yang mengaku bersengketa lahan dengan perusahaan perkebunan, Senin (16/11) berangkat ke Banda Aceh. Mereka berencana bertemu Gubernur Aceh, Irwandi Yusuf, serta membicarakan persoalan terkait teknis penyelesaian sengketa lahan.
Mereka mengatasnamakan LSM Gerakan Masyarakat Pembebasan (Gempa) terdiri dari perwakilan 23 desa dalam lima kecamatan. Masing-masing, Kecamatan Singkil, Singkil Utara, Gunung Meria, Kota Baharu dan Singkohor, menggunakan tiga buah kendaraan mini bus. Selain itu turut berangkat di luar rombongan masyarakat Asisten I dan kabag Pemerintahan Sekdakab Aceh Singkil, serta lima camat yang bersangkutan.

Perambahan Hutan di Aceh Selatan Masih Marak Aceh Selatan

 

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEg5V6f_8gAk9Mizg1L13rmnlVVSxRFWztW6Nwb8940qsowDA-a8Afs4ttEGWh4DW3ZBONmYIN2z4RtvSBFP87skvJv0BaFkqv7Rqk3XxdErBJPnUF9X5IeR8ftWC2WToLpuenkCuV5hXvA/s1600/untuk+blogger_01.jpg
TAPAKTUAN-(Kraton TV)     Kapolres Aceh Selatan, AKBP Bambang Syafrianto SIK, mengatakan, aksi perambahan hutan secara liar (illegal logging) di Kabupaten Aceh Selatan, masih tergolong tinggi dibandingkan dengan pelanggaran kriminal lainnya. Buktinya, dari 11 kasus kriminal yang sedang ditangani polisi selama enam bulan terakhir ini, delapan kasus di antaranya merupakan kasus illegal logging.

Hal itu diungkapkannya kepada Serambi, Kamis (1/7) usai upacara memperingati HUT Bhayangkara ke-64 di halaman Mapolres setempat yang ikut dihadiri, unsur Muspida, para perwira dan ratusan personil Polri/TNI, serta puluhan PNS di jajaran Pemkab setempat. Disebutkan, pengetahuan masyarakat tentang hukum mulai meningkat, tapi kesadaran untuk tidak melakukan pelanggbaran itu masih kurang, karena hukum itu sendiri  belum dipadukan dalam kehidupan sehari-hari.

Didampingi Kasat Reskrim, Iptu Novi Edyanto, Kapolres Bambang Syafrianto mengatakan, selain kesadaran masyarakat tentang hukum yang masih kurang, terjadinya kriminal itu juga diperkirakan karena faktor ekonomi, sosial kehidupan masyarakat karena minimnya lapangan kerja, sehingga pelanggaran hukum masih terjadi.

Dalam kurun waktu enam bulan terakhir terdapat 11 kasus pelanggaran. Illegal loging merupakan kasus tertinggi yang sedang ditangani kepolisian, yakni delapan kasus. Sedangkan kasus ganja terdapat dua kasus dengan enam tersangka dan pencurian satu kasus. Untuk itu, Bambang Syafrianto mengimbau kepada masyarakat agar mematuhi hukum dimana pun ia berada. Karena disiplin di jalan merupakan cermin kepatuhan hukum. “Polisi jangan berpuas diri dengan prestasi yang telah diukir selama ini, karena di hadapan masih terbentang tantangan yang lebih berat,” katanya.(az)

Senin, 14 Februari 2011

Industri Pengolahan Kayu Hutan Register 41 Siapa punya

                                                                                                                                                                                             foto pembukaan lahan                                                  Meadan (Kraton TV ) Insustri Shommeil dikawsan hutan dolok Sanggul dan Hutan Parbuluhan Dairi Semangkin ganas mengergaji kayu alam dari hutan tele dan tidak mempunyaio papan nama
letak shommeil dikawasan hutan 200 meter dari jembatan partagisan dipingir jalan raya dilok sanguil.
Demikian juga Shommeil yang parbuluhan yang paling banyk mesin gergajinya hutagalung yang tidak jauh dari base camp PT TPL Tele.
Shommeil menurut warga punya salah satu ketua DPRD Kab Samosir dengan lapan gergaji pembelah kayu.
Shommeil ini diduga punya ijin palsu dengan dama usaha jualspert part dan ganti oli "gorga Duma Sari "(barat).

Sampai hari ini perambahan tidak tersentuh hukum di Simalungun

Medan-KRATON TV.http://wanagreen.files.wordpress.com/2010/08/lahan-perkebunan1.jpg
Perambahan hutan di Simalungun tidak tersentuh hukum akibat di adanya kongkalikong antara polisi dan Dinas kehutanan Propsu kata Bernard anggota DPRD Kab Simalungun pada reporter Kiprah Nusantara .
Hutan yang dirambah Desa Jurlak Huluan Kecamatan pematang sidamanik hinga kawasan DAS (daerah aliran sunggai) KUPT Wilayah II
Perambahan hutan di kab Simalungun oknum dinas kehutanan dan polisi saling bahu-membahu dengan para pencuru kayu ,sampai sekarang para tersangka masih bebas berkeliaran.
Menurut Bernard kayu jenis saingon yang mereka tangkap tapi cuman hanya beberapa batang saja .Kayu saingon ini hanya sebagai kedok dari menutupi perambahan terhadap pencurian kayu dikawasan sumber daya alam (KSDA)Kayu Saingon memang ada tapi dibalik itu kayu hutan juga ditebang.Yang heranya Dinas kehutanan propinsi JB Siringo-ringgo mengatakan perambahan hutan negara tidak ada hanya hutan rakyat .(Barat)

Akibat DisiksaTiga Pembantu Rumah Tangga lari dari CV Maju Jaya

Medan- KRATON TV                                                  
                                                                          Akibat disiksa tiga pembantu rumah tangga asal Pulau Jawa lari dari tempat penyalur tenag kerja oleh CV Maju Jaya yang berlokasi Jalan Angsa no 17 Kelurahan Sidodadi Medan Timur.
Sumarti (25),asal Grobakan Jateng,Bariah (33) Tasik Malaya Jabardan Susilah (14) asal Purbalinga Jateng menurut keteranganya selama berada di CV Maju Jaya mereka sering disiksa.
(24/1) mreka dijemput dari asal masing-masing dengan janji di gaji Rp 800 ribu /bulan .
Selama dalam penampungan mereka sering disiksa,tidak boleh keluar dari kamar layaknya orang penjara ,jika bandal dipukuli oleh orang suruhan CV Maju Jaya .
Mereka lari merusak pintu rumah penampungan dan pagar .dan mereka bersembunyi di Mesjid Ar-Rahim jalan Purwosari pulau berayan dan brjumpa dengan ustad H.Juliardi dan dibawa ke kepala lingkungan .
Atas inisiatip pak Kepling dibawa kekomisi perlindungan perempuan ujar pak Kepling M.Aritonang .
Barca (35) Direktur CV Maju Jaya membantah pernyataan  Sumarti dan teman-temanya .mereka lari bukan karena disiksa cuman sudah jenuh karena belum disalurkan keperkerjaanya (Jul)