Senin, 14 Maret 2011

Si Gunung Hitam Menghidupi Pelabuhan Tangkayu

KALIMANTAN TIMUR -                                   

detik_tongkangbatubarajpg-   Kalimantan Timur       Tarakan, Tim Kaltim 1 memulai perjalanan pertama kali minggu yang lalu pada Senin, 18 Oktober 2010 di Bandara Juwata, Tarakan. Sebelum mendarat, pilot menginformasikan cuaca di luar sebesar 39 derajat Celcius. Cukup panas untuk ukuran jam 10 pagi. Namun, sepanasnya hari itu, tubuh saya berdegup senang membayangkan perjalanan selanjutnya.

Supir taksi bandara menyapa dengan ramah dan siap mengantar kami. Cukup nyaman walaupun tanpa pendingin udara. Saya dan rekan Prama membuka jendela taksi supaya angin dapat masuk. Tiba-tiba, pendamping kami, Edi Hartono menujuk ke arah trotoar.

"Di sini tempat kerusuhan kelompok bulan lalu. Masih kelihatan kan pohon di pinggir jalan banyak yang ditebang. Itu tebasan Mandau. Waktu itu, hampir semua orang membawa parang tradisional. Untunglah cepat berlalu," ujarnya.

Sambil bercerita mengenai kerusuhan sebulan silam, tidak terasa setelah 15 menit, sampai juga di Pelabuhan Tangkayu. Kami bersiap naik kapal cepat Sinar Baru menuju Pulau Sebatik. Harga yang tertulis di tiket Rp 170.000. Menurut informasi, kami akan menempuh perjalanan laut selama 3 jam untuk menyeberang ke Pulau Sebatik. Perjalanan menyusuri laut pasti sangat asyik. Deru mesin kapal, hembusan angin, dan percikan air yang kadang melewati jendela menyambut saya.

Pelabuhan Tangkayu memang terkenal menjadi tempat transit tongkang batubara dari beberapa kota di utara Kalimantan Timur. Jadi, tidak heran bila kita dapat melihat kapal tongkang batubara dan kapal cepat penumpang bersisian di sepanjang dermaga. Batubara dan kayu olahan menghidupi Pelabuhan sibuk ini.

Tidak sampai 10 menit, di pinggiran sungai, saya melihat hutan bakau yang gundul. Tanah kuning menyembul dan di sisinya ada kapal tongkang kecil dengan tumpukan kayu-kayu log besar. Agak jauh di belakang tumpukan kayu log, semua penumpang dapat melihat asap hitam membumbung. Mungkin asap tersebut berasal dari pembakaran hutan bakau atau memang ada industri yang memakai bahan bakar batubara.

                                          Penasaran, tidak lama kemudian saya melihat gunungan batubara ditumpuk di kapal tongkang. Hitam dan menyedihkan. Bukti pengerukan yang memberi bekas lubang permanen pada bumi hijau Kalimantan. Penambangan batubara dan kayu hutan memang menjadi salah satu roda penggerak ekonomi di Kalimantan Timur. Rakyat, pemerintah, dan swasta menjadikan sektor pertambangan dan hutan sebagai komoditas utama untuk mendapatkan keuntungan.

Menarik, belum sampai sehari di Kalimantan Timur. Akhirnya saya melihat juga realitas yang menjadi penggerak ekonomi daerah ini. Bila melihat dari kacamata pembangunan, eksploitasi sumber daya alam memang dapat meningkatkan kesejahteraan rakyat. Namun, apakah akan terus seperti itu? Saya berharap generasi Indonesia selanjutnya masih dapat menikmati hijaunya hutan hujan tropis Kalimantan Timur yang menyimpan beragam keanekaragaman hayati. Sepenggal harapan di awal perjalanan ini menjadi doa kecil untuk masa mendatang.(B)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar